Friday 25 December 2009

Sumur Srigunting



Konon sumur tua ini merupakan peninggalan Belanda.
Selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari oleh masyarakat sekitar seperti mandi, keperluan memasak, juga banyak penjual air sering mengambil suplai air dari sana.
Tak terhitung berapa puluh penjual air yang datang setiap hari ke sumur yang terletak persis di samping taman Srigunting di sebelah Gereja Blenduk itu.

Gereja Blenduk "Gereja Tertua di Jateng"


Gereja Blenduk merupakan Gereja Kristen tertua di Jawa Tengah, dibangun oleh masyarakat Belanda yang tinggal di sini pada 1753, dengan bentuk heksagonal (segi delapan). Gereja ini sebenarnya bernama Gereja GPIB Immanuel, terletak di Jl. Letjend. Suprapto 32. Kubahnya besar, dilapisi perunggu, dan di dalamnya terdapat sebuah orgel Barok. Arsitektur di dalamnya dibuat berdasarkan salib Yunani.

Direnovasi pada 1894 oleh W. Westmaas dan H.P.A. de Wilde, yang menambahkan kedua menara di depan gedung gereja ini. Nama Blenduk adalah julukan dari masyarakat setempat yang berarti kubah.
Hingga kini, Gereja ini masih dipergunakan setiap hari Minggu.


Foto : Benedikta Rina

Sunday 29 November 2009

Gerai Batik dan Kerajinan "Mirota Batik"



Ada 2 lokasi Mirota Batik di Jogjakarta, yang pertama di Jl Jend A Yani No. 9 yaitu antara Malioboro Mall dan pasar Beringharjo,dan yang kedua bearada di daerah Kaliurang Km 15,5 tepatnya sekitar kampus UII.

Jika Anda memiliki hobi jalan-jalan dan menyukai aneka pernak-pernik unik maka Mirota Batik adalah salah tempat yang wajib dikunjungi. Di sini terdapat beragam produk khas Jogja seperti baju batik, syal dengan aneka motif batik, tas rajut, sepatu rajut, dan beragam pernak-pernik dengan bahan dasar batu, kayu, biji-bijian hingga perak. Topi dari anyaman bambu dan rajut juga bisa Anda temui di sini. Nahh soal harga, Anda tidak perlu khawatir!!! Untuk baju batik tersedia dari aneka bahan mulai dari katun sampai sutra. Untuk baju berbahan dasar katun harganya dipatok antara Rp 30.000,00 hingga Rp sekitar Rp 50.000-an, Sutra dibandrol sekitar 100 ribuan. Tidak terlalu mahal bukan?
Untuk sepatu harganya sekitar 50 ribuan, gelang tersedia dari 2000 hingga 20.ooo-an. Syall sekitar 30 ribuan hingga 50 ribuan.

Selain produknya yang menarik, bentuk bangunan dan suasana Mirota Batik juga menjadi daya tarik tersendiri. Arsitektur yang minimalis kental dengan nuansa Jawa membuat hati jadi adem. Suasana tradisional masih sangat terjaga di sini. Terdapat aneka bunga yang diletakkan di beberapa sisi ditambah wangi dupa yang menenangkan. Alunan gamelan Jawa juga mengiringi langkah kita untuk menikmati setiap sisi yang menarik dari Mirota Batik. Di sini Anda juga dapat menyaksikan beberapa orang wanita membatik kain.

Oia saat Anda melakukan pembayaran di kasir (yang juga menerima transaksi dengan kartu kredit), jangan lupa untuk mengambil peta wisata Jogja mungkin akan sangat berguna bagi Anda untuk panduan melakukan perjalanan selanjutnya di sekitar Jogja. Jadi apakah Anda ingin membeli oleh-oleh atau barang kerajinan tanpa repot menawar ? Silahkan mampir ke Mirota Batik.

Saturday 28 November 2009

Siapa Tahu Rasammu

Siapa tahu rasammu
rasa nanas_selai nanas busuk
Yang merasuk masuk
ke rusuk
rusuk
roti bau
busuk

2 Juli 2007

Obrolan Seputar Hasrat

Hasratku tak terbalas
Hasrat apa?
Kau gantungkan pada siapa?

Tak lihatkah sepotong hasrat di piring datar?
Ada sendok dan garpu pula
Wouw aroma hasrat menggiurkan
Tapi lidahmu linglung
Linglung...
tak tahu rasa hasrat
Malang benar nasib hasrat
Rasanya jadi hambar

2 April 2007
Jogokaryan

Wednesday 18 November 2009

#1

Adalah SALAH mengucapkan selamat tinggal padahal tidak ada yang hendak bepergian

Mungkin...hanya sekedar ke Alfamart untuk beli snack.
-------------------------
Mungkin sedang merajut gaun kehidupan dari benang sutra yang ia kumpulkan dari setiap peluh yang ia teteskan.
Mungkin sedang mengokohkan diri agar bisa jadi tempat bersandar kelak.
Mungkin sedang berkelana untuk sebuah harta karun yang diwasiatkan kepadanya.

Mungkin apalagi,,,,

Thursday 12 November 2009

Doa Dengan Seikat Bunga

Kebekuan malam itu terpecah oleh nyanyian malaikat yang merdu. Liriknya mengurai harapan tentang kesembuhan yang sempurna dihiasi iring-iringan kunang-kunang dengan sayap menyerupai anak Magainin.
Kepakkan sayapmu dan bawalah terbang separuh jiwaku ke tempat keabadian. Biar kucium aroma surga dari tempatku berdiri kini.
Nyanyikanlah lagi di hari yang sempurna. Angkatlah di hari yang mulia#

Demikianlah untaian doa yang dibawakan seorang perempuan berbalut Lili itu, dari sudut kota Lama.

Kupersembahkan untuk kakekku tersayang*yang meniupkan harapan dan cinta dalam tiap nafasku

Tuesday 10 November 2009

"November" Antara Jogja dan Kota Lama

November adalah bulan sangat bermakna dalam hidup saya.

Sebuah hidup yang masih terbilang baru di kota lama, dengan pekerjaan baru, lingkungan baru, orang-orang baru.
Pada bulan ini saya belajar soal hidup yang sesungguhnya.
Masih dalam proses beradaptasi hidup jauh dari orang tua dan keluarga, memanage uang sendiri. Di awal bulan rupanya ada pelajaran baru dari Tuhan. Kakek sakit.

Kakek bukan sekedar kakek saja bagi saya.
Kakek adalah--tentu saja kakek
Kakek adalah ayah
Kakek adalah sahabat
Kakek adalah belahan jiwa saya

2 November, orang tua mengabarkan kakek masuk rumah sakit. 2 November malam hingga 3 November siang, kakek kritis. SMS dan telpon datang bertubi-tubi mengabarkan kondisi kakek. Semua panik, sedih, gelisah, lelah dan saling menguatkan satu sama lain. Tak berhenti menuntun kakek berdzikir dan berdoa di sampingnya.

*Saya belum berada di rumah sakit saat kakek kritis. Saya masih di galeri, meski siang itu juga memutuskan pulang saya harus melalui beberapa jam perjalanan. Dan rasanya seperti disayat sembilu. Saya tidak bisa berada di sampingnya, menggenggam tangannya.Tapi saya juga tak terlalu berdaya. Ada pekerjaan yang menuntut tanggung jawab saya. Hingga tidak bisa seenaknya meninggalkan kantor.

Sesampainya di rumah sakit, saya merasa tidak punya tenaga untuk berdiri. Lemas sekali. Saya raih tangan kakek dan mengelus pelan dahinya. Saya menangis!!! Terakhir kali saya bertemu kakek sebelum pulang ke Semarang, kakek masih sehat meski sedikit susah untuk berjalan dan harus dipapah. Kakek habis terpeleset dan sempat mengeluh pinggangnya sakit. Waktu itu kami sempat mengobrol tentang beberapa hal dan kakek sempat bertanya tentang kegiatan saya di galeri.Tapi 3 November siang itu, kakek tertidur dan nampak lemas sekali. Banyak selang menempel di tubuhnya.Tante mendekati saya "Dari kemarin kakek panggil nama kamu."

Saya habis kata untuk melukiskan seperti apa rasanya. Seperti ada yang mendesir di dada saya.

Ya Allah beri pelangi untuk kakek saya.


3 November--menjelang malam

Kakek tetap tertidur pulas dan dibawa ke ruangan khusus.
Dokter meminta kami melakukan CT Scan.
Kakek tetap tak bergerak dalam ranjang yang didorong beberapa suster cukup cepat itu.
Saya membuntuti di belakangnya. Saya tidak mau kehilangan momentum sedikitpun tentang kakek.

Beberapa tante saya juga turut di situ. Beberapa menit kemudian dokter memanggil tante masuk untuk melihat hasilnya. Saya mengikutinya. Saya menyimak tiap kata yang diucapkan dokter tentang kondisi kakek.

Pengerutan masa otak atau istilah medisnya Atrofi. Ini adalah wajar mengingat kakek berusia lanjut.

Setelah dokter menjelaskan kondisi kakek, akhirnya diputuskan untuk memberi nutrisi otak. Namun dokter sekali lagi mengingatkan, bahwa apapun hasilnya ada di tangan Tuhan.

Saya makin tidak karuan.

3 November adalah masa-masa tidak mudah bagi kami. Kakek berjuang untuk tiap oksigen yang dia hirup. Dan bagi saya, ini juga ujian. Saya tahu dalam kondisi seperti ini, kakek tidak mungkin pulih seperti sebelum terpeleset. Kalaupun sembuh, kakek harus mendapat perawatan ekstra.
Tapi saya juga sadar, dengan kondisi saya saat ini--telah terikat kontrak pekerjaan. Hampir tidak mungkin selalu berada di sisinya. Sempat terlintas, saya ingin resigned. Saya ingin selalu berada di samping kakek!
Dan malam ini saya tiba-tiba benci dengan beberapa orang di sekeliling saya. Saya muak dengan dunia yang ada di depan saya.
Saya merasa rapuh hampir roboh tapi tidak melihat orang terdekat yang saya percaya dan saya sayangi dan katanya sangat sayang pada saya mengulurkan tangan untuk saya. Kenapa justru orang lain yang mengulurkan tangan lalu menggandeng saya sehingga saya jatuh tidak terhuyung-huyung.

Sunday 2 August 2009

Je pense qu'il essaie de trouver sa vocation. Laissez-le tranquille. Pour le moment, vous priez beaucoup de choses à demander à l'orientation.



J'espère que nous nous réunissons dans un excellent succès de demain

Monday 13 July 2009

Rumah Bukan Stasiun

Di ujung minggu, dia bertanya "Apakah kau tidak pergi menikmati akhir pekan bersama kekasihmu?"
"Tidak."
"Kenapa, kamu tidak ingin menghabiskan akhir pekan bersamanya?"
"Hubungan kami mungkin akan berakhir."

Saya ingin dia berhenti bertanya dan membiarkan saya sendiri.
Saya ingin menyambut angin malam di tengah hiruk pikuk kota yang makin sesak dan makin egois.

"Kembalilah ke Jogja." Dia masih mengganggu saya.
"Saya akan mencarikan jodoh untukmu."

Saya tidak tahu kapan tepatnya dia membuka biro jodoh?
Saya adalah rumah


Di ujung telepon, seseorang yang mengaku mengenalku di sebuah galeri seni berkata sok akrab dan katanya ingin mengenalku lebih jauh. Bahkan dia rajin mengirim pesan singkat berisi puisi-puisi, ataupun sekedar menanyakan kegiatanku. Siapa dia?? Otakku bahkan tidak mampu merekam memori tentang dia. Aku tak ingat, apakah pernah bertemu dia. Aku juga sama sekali tidak merasa pernah memberikan nomor padanya.
Dia sering menghubungi dengan nomor yang berbeda-beda dan ini mengacaukanku.
Saya adalah rumah


Dia menatap perempuan itu cukup lama. Tatapan yang tidak bersahabat itu sungguh mengganggunya.
"Kenapa melihat saya begitu?"
"Kamu cantik."
"Bisakah Anda sopan?"
"Memang kenapa? Saya bilang apa adanya. Kamu makin cantik"
"Saya sudah menikah."
"Lantas apa urusannya dengan saya."
"Anda harusnya bisa bersikap lebih sopan terhadap saya. Saya sudah bersuami dan bahkan telah memiliki seorang putri"
"Saya tidak peduli dengan suami kamu."

Dan tiap kali bertemu lelaki itu selalu berkata demikian "Kamu makin cantik."
Saya adalah rumah

Saya adalah rumah dan bukan stasiun. Jadi bagi Anda yang datang maka harus sopan. Ketuk pintu dengan benar, saya akan persilakan masuk dan menjamu Anda.
Saya adalah rumah, bukan stasiun yang menjadi tempat transit, pemberhentian dan pemberangkatan bagi serentetan kepentingan Anda.

Sunday 12 July 2009

Embun

Setetes embun bening itu kini buram di mataku meski setetes air mata pun tak lagi menetes karena rasa memaksa pamit. Entah dia pergi ke mana? Entah kapan kembali. Berkitar-kitar mencari warna, dan bertanya pada tiap orang apa itu hitam, apa itu putih? Bagaimana wujudnya? Di manakah bisa kutemukan? Tapi yang ada hanya abu-abu. Aku pun abu-abu. Dan kini perlu waktu bersedu-sedan. Ingin menikmati bulan kematian, tak lagi memusingkan apa itu jawaban dan ujian. Dan mengkotak-kotakkan hitam putih. Karena akulah hitam putih itu, yang kini abu-abu adanya. Biar dia berjalan, menemukan esensi cinta dalam dirinya sendiri. Biar dia bisa berdiri dan tak lagi terseok-seok. Dan aku sedang berjalan, tak mau berlari karena ingin melihat sekelilingku dan memungut makna dari ilalang senja yang membawaku pada kesadaran. Aku sedang mencambuk diriku untuk sebuah janji bernama transformasi total. Untuk sebuah kelahiran.


Pagi menyapa dalam dingin yang menembus tulang. Lalu saya terbangun, lantaran selimut yang semalam membalut rapat tubuh saya sudah terlepas, jauh dari ranjang. Saya tak bisa tidur lagi padahal masih ngantuk. Jam berapa ini??? Saya ambil handphone di samping lengan saya--ada satu pesan yang dikirimkan pagi-pagi.


*Setetes embun bening jatuh
Meningkahi bumi yang lelap
Sejuk menggeliat
Hangat mencair
Membuat raga yang kaku menggelora...
Kehidupan terbuka manakala mata terjaga
Warna berkitar-kitar
Hawa bersedu-sedan...

Dan saya dikuatkan oleh setetes embun bening yang jatuh pagi itu. Dengan kasih yang sedikit menghangatkan tubuh dari dingin yang menusuk. Dia menunjukkan jingga, yang menggelora pagi itu.

(*Kutipan puisi Johanes B. K. Soro)

--> Untuk Ka Inyo, terima kasih telah menjadi kaka yang baik untuk saya.

Friday 10 July 2009

Poems of Kabir (16-17)

Bulan Juli adalah kematian bagi saya.
Terutama rasa. Saya mati rasa, benar-benar sudah hilang rasa. Tak ingat dan bahkan tak sanggup lagi, sekalipun mengasihani diri sendiri. Cukup lama saya tak sadar akan hal itu hingga akhirnya seorang sahabat memaksa saya membaca sebuah buku, saduran dan ulasan oleh Anand Krishna.
"Saya tidak tertarik!" Saya malas mendengar, membaca segala sesuatu yang berhubungan dengan cinta.
"Ini lain. Baca dulu! Buka acak" Dia tetap menyodorkan dan memaksa saya membaca.
Dan benar saya turuti. Saya buka acak, lalu sampailah saya di halaman 16. "Tuh kan..." Saya bermaksud menutup dan mengembalikan buku itu tapi dia tetap memaksa saya untuk memegang dan membaca keras. Hufh...terpaksa saya lakukan hal itu.
Saya kutipkan bait puisi (dalam bahasa Indonesia) yang saya baca dari buku "Jalur Sutra Cinta"

Kasih, ke mana kau mencari Ku?
Aku berada di sampingmu.
Aku tidak berada di kuil, tidak di masjid, tidak di Kaaba, tidak di Kailash pula,
Kau tak akan menemukan Ku lewat upacara
Tidak pula di latihan dan pengasingan diri dari dunia.
Bila kau sungguh mencari, kau akan menemukanKu di sini, sekarang juga.
"Wahai Jiwa Tenang, Tuhan berada dalam setiap napasmu,"
demikian Kabir berkata.

Saya takjub, terharu dan merasa dicerahkan. Pelan-pelan hati saya mulai terbuka, mencoba mencicipi makna di balik syair-syair ini (sangat pribadi dan tak dapat saya publikasikan).

Yang jelas puisi-puisi dalam buku ini mampu mengantar manusia menemukan pencerahan.

-->Special thanks to kaka and Nugroho Angkasa

Gadis Kecil Itu,,, Aku Tidak Tau

Semalem pulang malem. Gak bawa motor. Naik Trans Jogja. Penuh.
Ho...hapless.
Setelah berdiri beberapa menit, akhirnya saya dapat tempat duduk juga. Di sebelahku telah duduk seorang anak kecil (dia perempuan) melihatku sambil tersenyum. Saya pun membalas senyumnya lalu segera duduk dan merapatkan barang-barang-ehm...tas maksud saya di pangkuan saya supaya tidak mengenai anak itu.
Di tengah perjalanan anak itu tiba-tiba memegang tangan saya lalu tersenyum. Ya saya balas senyum lagi. Tapi sepanjang perjalanan dia sering sekali memegang tangan saya dan senyum-senyum. Dan dia menatap wajah saya seperti ingin menyampaikan sesuatu. Tapi tak ada kata yang terucap dari mulutnya. Dari yang saya lihat, dia seperti berumur sekitar 5-7 tahun dan wajarnya dia sudah bisa berbicara dong. Tapi dia cuma bisa tertawa. Dan itu malah menakutkan saya. Duh... makin gak tenang dehh. Anak ini nampak tidak seperti anak-anak pada umumnya. Tapi dia bukan autis, dia juga gak keliatan seperti anak dengan mental terbelakang. Karena wajahnya itu normal. Mungkin dia sulit bicara, bukan bisu juga. Entahlah...
Yang jelas sepanjang perjalanan dia pegang-pegang terus tangan saya, tersenyum dan kadang-kadang dia mengajak saya untuk melihat penumpang lain lalu tiba-tiba dia tertawa terbahak-bahak sendiri. Saya penasaran dan coba menanyainya, sekedar nama atau bisa tau apakah dia sudah masuk TK ato belum, tapi tak ada sepatah kata pun keluar dari mulutnya kecuali senyumnya yang menakutkan itu. Ya sudahlah akhirnya saya berhenti bertanya dan membiarkan dia memegang tangan saya.
Ehmm ayahnya nampak tertidur nyenyak di sampingnya. Dan sesekali bangun melihat anaknya.

Tuesday 7 July 2009

The Pacifier *I Like It.........

Foto : Google

Pulang kerja, malem. Yang aku pikir cuman mau tidur aja. Tapi gara-gara The Pacifier, wahh tidurnya tunda dulu.

Ini neh film yang aku butuhin buat usir penat, capek, dan sedikit mengatasi patah hatiku-halah. Waow... saya mendambakan sosok Vin Diesel, dalam film ini berperan sebagai Shane. Dia bener-bener laki-laki idaman deh. Macho, tapi juga sangat manis.

Percaya gak...?
Seorang letnan US Navy SEAL menjadi baby sitter? NO WAY!!! Gak mungkin banget kan. But it’s way dalam film The Pacifier. Setelah tidak berhasil menyelamatkan Howard Plummer (Tate Donovan) - seorang profesor yang bekerja untuk pemerintah, Letnan Shane Wolfe (Vin Diesel) ditugaskan untuk menjaga anak-anak keluarga Plummer selama ibu mereka- Julie Plummer (Faith Ford) -pergi ke Switzerland bersama Capt. Bill Fawcett (Chris Potter) untuk mengambil senjata paling rahasia untuk pemerintah. Selain bertugas menjaga anak-anak, Shane juga bertugas mencari tahu dimana GHOST (nama program rahasia yang diciptakan prof. Plummer) disembunyikan.Pada awal kedatangan Shane, tentu saja dia tidak disukai oleh anak-anak keluarga Plummer (Zoe, Seth, Lulu, Peter, dan Tyler Plummer). Keadaan rumah kacau, terlebih lagi ketika pengasuh keluarga Plummer, Helga (Carol Kane) pergi karena tidak tahan dengan kelakuan anak-anak yang nakal. Tapi bukan Shane Wolfe tentunya yang sudah berpengalaman memimpin pasukan di berbagai perang jika tidak bisa mengatasi pasukan kecilnya yang teridiri dari Merah 1, Merah 2, Merah 3, Merah 4 dan Bayi Merah.

Shane akhirnya mengajari Zoe (Brittany Snow) belajar menyetir mobil, karena sudah berulang kali Zoe selalu menabrak dan merusak mobil sekolah. Shane juga mengajari Lulu (Morgan York) teknik berkelahi agar dapat melawan apabila kelompok pramuka anak laki-laki mengganggu Lulu dan kelompok pramuka (Firefly) berjualan kue di depan sebuah supermarket. Shane juga menjadi sutradara dari drama musikal The Sound of Music yang diikuti oleh Seth (Max Thieriot). Shane terpesona dengan drama musikal itu (so am I, sudah berkali-kali aku nonton film jadul jaman ayahku ABG dulu tapi tetap nggak pernah bosan). Terakhir berkat menyanyikan lagu Peter Panda kepada Peter (Kegan Hoover and Logan Hoover) sebelum tidur, akhirnya dia mengetahui bahwa itulah kunci untuk mendapatkan GHOST.

Ya meskipun di akhir cerita, saya sedikit kecewa karena ceritanya agak gak mutu.

Cinta Dan Kawan

Kemaren, waktu sepertinya berputar lebih cepat tapi hari ini kok lamaa banget. Bosen banget!!! Terjemahin uda, ngecek data karya uda, mo telpon kurator untuk ingetin tulisan buat katalog rasanya berat. Ga enak dari kemaren nguber-uber mulu. Huhuhu... ngapain neh. Buka pesbuk bosen, YM-an uda, kenyang juga uda. Ehh pas buka2 email lama nemuin email dari mba Nana. Kita awalnya saling kenal karena dia suka ama gaya bicaraku yang katanya bersemangad dan ekspresif trus ngomongnya cepet banget. jadi kangen, dia mungkin masih di Bali. Ho... balik lagi ke email tadi, very nice. Tau deh ini tulisan jenisnya puisi ato apa. Yang pasti tulisannya sederhana tapi manis sekali. Ini loO kutipannya.

Satu Hari CINTA & KAWAN berjalan dalam kampung...
Tiba-tiba CINTA terjatuh dalam telaga...
Kenapa??
Kerena CINTA itu buta...
Lalu KAWAN pun ikut terjun dalam telaga...
Kenapa??
Kerena... KAWAN akan buat apa saja demi CINTA!!

Di dalam telaga CINTA hilang...
Kenapa??
Kerena... CINTA itu halus, mudah hilang kalau
tak dijaga, sukar dicari apa lagi dalam telaga yang
gelap...
Sedangkan KAWAN masih lagi tercari-cari dimana CINTA & terus menunggu..
Kenapa??
Karena... KAWAN itu sejati & akan kekal sebagai KAWAN yang setia...
Kan ??

Analogi yang sederhana kan...?
Simpulkan sendiri ya... lagi pening neh T_T

Friday 3 July 2009

Demi Merah

aku lelah
pada langkah
pada diam
imajiku berhenti
diganti lengking
pada telinga
pada wajah
rebah
yang kuingin
pada mata
pada kata


--> Puisi ini dibuat sekitar pertengahan 2008 oleh sahabat saya yang menyebut dirinya "angkuh" ketika kita sedang cukup akrab. Tidak sampai 5 menit puisi itu dibuat di depan saya. Dan dia memutuskan untuk mem-posting di multiply saya.

Hew... baru-baru ini, saya baru paham dan merasa tersindir dengan puisi itu.
Entahlah... yang pasti akhirnya saya tau bahwa dulu, dia cukup lama menahan lelah untuk menunggu. Lelah pada langkah yang makin tak jelas harus ke mana dan bagaimana. Hingga imajinya terhenti diganti lengking hingga ia rebah. Tersungkur dan menyerah! Terima kasih sudah menyerah.

Ujung-Ujungnya “Let it Flow” Ajalah………

Beberapa hari lalu, ketika saya sedang ngobrol haha hihi sambil melepas lelah sepulang kerja di kost teman, ehm…. dia lebih akrab disapa “mbah, eyang” tiba-tiba ada seorang teman lain mengirim SMS mengajak saya keluar makan siomay. Ufh… malas sebenarnya karena saya sudah kekenyangan. Tapi karena serentetan pertimbangan, akhirnya saya putuskan untuk menerima ajakannya. Karena lokasi kita berjauhan, kita putuskan untuk bertemu di resto, tepatnya di utara pasar Ngasem. Entah, saya lupa namanya. Setelah bertegur sapa, kami memesan siomay dan mencari tempat duduk.

Bukan semata-mata karena lezatnya siomay itu sehingga saya lupa kalo sebenarnya sudah kekenyangan tapi perbincangan kami. Wahh wahh saya gak tau harus komentar apa tentang “terawangannya”. Yah… teman saya itu mengatakan sesuatu tentang diri saya. Bukan karena dia sok tau tapi dia berkata seperti itu karena telah membaca nama saya. Oh my God!!! Sumpah ya… saya kaget karena hampir 70 % apa yang dia ungkap tentang diri saya itu benar adanya. Huhu…. Seperti merasa ditelanjangi, happy, marah tapi juga was-was. Secara garis besar dia berkata tentang karakter, pekerjaan, dan potensi saya.

Tentang karakter, dan potensi diri mungkin saya sudah bisa “memahami” karena cukup mengenal diri saya. Tapi tentang pekerjaan. Nah itu yang membuat saya tidak tenang, gelisah, ingin mendebat, tapi ada yang sepakat dan antara pesimis serta berusaha untuk optimis. Bisa dibilang, saya terbilang baru menjadi seorang pekerja, karyawan karena memang baru saja lulus. Meskipun sebenarnya dari SMP sudah bisa cari duit sendiri.

Uhh sial… Jujur perkataan dia malah membuat saya takut. Secara khusus, dia menggaris bawahi bahwa saya tidak cocok bekerja pada perusahaan, terikat oleh institusi tapi lebih cocok untuk berwiraswasta, ato menulis. Oo….o…. “Dari yang aku baca, soal kerjaan paling banyak muncul. Dan di situ terbaca kalo kamu gak cocok bekerja di perusahaan tapi lebih cocok kalo berwiraswasta, ato menulis. Kenapa??? Karena kamu orangnya bosenan, dan banyak ide. Jadi mending kamu nulis aja, yakin dehh… kalo kamu tekuni kamu akan sukses di situ!”

Hew…. Beberapa detik saya diam. “Memang benar saya mudah bosan dan tidak tahan dengan rutinitas termasuk jam kerja, inginnya independent, tidak suka terlalu diatur, dan moody.” Soal ini saya setuju sekali.

“Tuh kan bener” sambungnya lagi.
“Btw di sini kamu kerja sampe kapan?” Tanyanya lagi
“Akhir Juli. Aku dikontrak 2 bulan”
“Setelah itu…?”
“Ehm… aku ditawari kerjaan di Semarang” dan bla…bla…bla…
Perkataanya yang paling mengganggu adalah “Ngapain jauh-jauh ke sana, paling 3-4 bulan kamu uda bosen dan balik ke Jogja lagi. Mending kerja di sini aja”
“Wahh kok gitu mas…?” Saya protes tidak sepakat dengan pendapatnya. Ini hidup saya, ini pekerjaan saya. Tentu saya telah mempertimbangkan, dan sudah mendiskusikan dengan orang tua juga.
“Iya, coba kamu inget kata-kataku. Lihat besok.”
Ha….?? Saya cuma bisa memandang wajahnya, dan melihat tajam ke arah matanya.
“ Mas soal waktu, dalam arti saya mau bertahan sampai kapan, saya memang gak bisa pastikan (wallahuallam) tapi yang jelas saya lihat ini sebagai kesempatan. Dan menjanjikan prospek yang bagus ke depannya maka saya ambil. At least…. saya bisa tambah link, ”
“Loo… kalo Cuma 3-4 bulan dapet apa kamu di sana…Kamu gak akan cukup paham tentang pekerjaan yang kamu geluti?”
Hoh saya agak sedikit memanas “Memang untuk benar-benar mengerti dan memahami sesuatu tidak butuh waktu sebentar. Tapi kenapa melulu diukur dari waktu saja. Memang waktu juga bisa menentukan kepandaian, dan tingkat pengalaman seseorang tapi kan tidak mutlak. Ada hal lain yang bisa menunjang. Bagi saya kalopun pada akhirnya hanya sanggup bertahan 4 ato 3 ato 2 ato bahkan 1 bulan saja, itu tetap pengalaman berharga. Saya tetap dapat sesuatu dari situ. Tetap belajar dari itu. Tergantung bagaimana saya memaknai, memahami tiap jam, menit, bahkan detik ketika saya melakukan sesuatu, bekerja, berbicara dengan orang (entah itu Kurator, pelukis, kolektor, PR, marketing ato tukang becak sekalipun). Bahkan apapun yang saya lihat dan saya dengar itu adalah sesuatu. Dan satu lagi, saya bisa makin mengerti dan paham bukan berarti saya harus bekerja di situ dalam rentang waktu yang lama. Bukan hal yang tidak mungkin kalo tiba-tiba saya mendapat kesempatan di tempat lain dengan bidang yang sama. Going the flow ajalah… yang di depan itu kan masih misteri. Toh pada dasarnya sekarang ini saya juga sedang bersiap-siap untuk mandiri. Hehe tapi menabung dulu, siapkan modal gitu biar nantinya bisa menciptakan pekerjaan untuk diri sendiri dan sukur-sukur orang lain juga.
“Jadi jangan bilang 3 ato 4 bulan kamu tidak dapat apa-apa. Oke.”

Regards

Thursday 2 July 2009

Pulang Cinta

Bibir merah pulang tangan hujan

Disambut rintik-rintik bunda

Jalan basah aroma hujan

Disapu kaki-kaki jalan

Cinta mengayuh asmara bunda

Friday 19 June 2009

Nek, Aku Ikut

23 Januari 2005, Jalan Pulau di bawah, Jakarta
Rumah bercat hijau yang nyentrik itu kini sepi sekali. Si empunya bernama Karle, wanita cantik berdarah Yogya-Perancis yang violis itu kehilangan putri yang sangat dicintainya. Nayana terjatuh dari tangga dan dia meninggal, benturan di kepalanya sangat keras.
Seorang anak telah pergi dan tak kan kembali, Karle dan Arya suaminya tak lagi tinggal di sana. Setelah ibu Karle dan putrinya meninggal mereka memutuskan kembali ke Yogyakarta.

2 Januari 2005, di rumah sakit
Di kamar VIP nomor 12, ruangan yang nyaman sebenarnya. Tapi Karle dan suaminya tetap saja gelisah. Tentu saja seindah dan senyaman apapun rumah sakit tak kan bisa membuat mereka berhenti merasa gelisah.
“Ma, aku ngantuk sekali ma.”
“Sayang tapi… dari tadi kamu tidur.” Bisik Karle sambil menahan tangis.
“Ma berdoalah, kuatkan hatimu.” Arya berbisik di telinga istrinya.
“Pa, aku jadi ingat mimpi semalam.” Kata Karle terbata-bata.
“Mamaku ngajak Naya pergi, apa itu firasat pa?”
“Ah…udah mama jadi ngelantur.” bentak Arya pada istrinya.
Suasana di kamar VIP, tempat Naya terbaring mendadak sunyi. Arya ke luar menemui dokter dan Karle terus berdzikir. Semilir angin tak ada di ruang ini, karena benar-benar tertutup bahkan sangat rapat.

30 Desember 2004, Rumah Karle
Tok…tok…tok. Tiba-tiba terdengar suara, ya…suara itu berasal dari pintu depan.
“Lhoh ma nenek pulang .” Nayana langsung lari dan membuka pintu.
“Sayang….” suara Karle terputus rengekan putrinya.
“Ma, nenek kok pergi lagi sih?” Naya kelihatan bingung.
Entahlah nenek Naya tiba-tiba menghilang, sebenarnya ia tak lagi ada di alam ini dan nenek memang tak ke sini. Naya begitu terpukul atas kematian neneknya. Memang semenjak ortunya sibuk dengan pekerjaan mereka, Naya jadi tambah lengket dengan sang nenek. Karle sering konser di luar kota bahkan ke luar negeri. Arya seorang pelukis, dia sering pameran ke luar negeri.

1 Januari 2005, rumah Karle
Nayana melihat neneknya membuka pintu kamar tamu. Gadis cilik itu berlari sekencang-kencangnya.
Nenek… aku kangen nenek.” Teriak Nayana
Gadis cilik itu tak menghiraukan sandal yang dipakainya, Ukurannya tiga kali lebih besar dari kakinya. Tentu saja, sandal itu milik mamanya.
“Aaaa…aaaaaaaa…..mama….!” Naya berteriak keras sekali.
Naya terjatuh dari tangga, oh Tuhan kepalanya berdarah.

3 Januari 2005, rumah sakit
“Bu, keadaan putri anda memburuk. Pendarahan di kepalanya begitu parah.”
“Mungkin kita tinggal menunggu waktu.” Ucap dokter berbadan tegap itu.
Karle sudah punya firasat. Ia langsung menangis, Arya memeluk erat istrinya.
“Ma serahkan pada Allah.” Arya menenangkan istrinya

4 Januari 2005, rumah duka
Rumah nyentrik itu dipenuhi para pelayat. Teman-teman seniman semua datang, para tetangga, mereka mengucapkan bela sungkawa.
Sara, seorang pianis asal Jerman memeluk Karle. Dia sahabat Karle sejak kecil.
“Putri kecilmu kini damai di surga, dia selalu melihatmu . Jadi kau jangan menangis nanti dia sedih.” Ucap Sara.
“Aku tahu Sara, putri kecilku sudah tenang di sana.”
“Putri kecilku akan selalu ku kenang dalam hatiku.”

2 September 2004
Anak dan ibu itu berbicara lewat telepon. Suara anak kecil yang nampak begitu kangen pada ibunya ditemani sang nenek.
“Ma, Naya sayang mama.”
“Ma, kapan pulang? Naya kangen deh ma.”
“Oiya ma Naya punya lagu bagus buat mama.”
Oh… lucunya. Dia bicara tanpa titik, mungkin terlalu rindu pada mamanya. Gadis cilik itu jarang sekali bersama orang tuanya. Mereka sibuk dengan pekerjaan. Dan parahnya, mereka berpikir bahwa karier adalah segala-galanya. Kelak putri mereka akan bangga dan bahagia dengan uang yang melimpah ruah.
Terdengar suara mamanya yang kelihatan bingung menjawab pertanyaan Naya.
“Sayang mama pulang minggu depan, Naya mau oleh-oleh apa?”
“Terus lagu apa yang mau Naya kasih ke mama?”
Karle akhirnya menjawab semua pertanyaan Naya, dengan nada keibuan.
“Besok aja kalau mama udah pulang, Naya main piano ya!”
“Oiya ma, papa lagi nglukis Naya. Cantik deh ma.”

29 Agustus 2004
Di depan rumah bercat hijau yang Nyentrik itu Naya dan sang nenek melepas kerpergian Karle.
“Maa….mama nggak boleh pergi! Aaaaaaaaaa…….”
“Sayang…. jangan nangis ya, sini sama nenek.” bujuk sang nenek.
“Mama mau nyari uang buat beliin Naya piano, katanya Naya pengen?’
“Sini peluk mama.” Lalu Karle menarik putrinya.
“Cium mama sayang!”
“Tolong jagain Naya ma”.
Mobil Mersedes Benz berwarna hitam itu semakin menjauh dari rumah Karle. Ia akan membawa Karle pergi jauh.

2 Oktober 2004
Nenek Naya meninggal dunia karena komplikasi. Gadis cilik itu rewel karena orang yang disayanginya tidur terus. Nenek Naya, ibu Karle terbujur kaku di dalam peti jenazah.
“Ma… nenek kenapa? Kok nggak bangun-bangun?” tanya Naya pada Karle.
“Terus kenapa tidur di sini ma?” Tanya Naya ingin tahu.
“Karena nenek mau ke surga sayang.” Jawab Karle pada putrinya.
“Surga itu apa pa?” tanya Naya ingin tahu.
“Tempat yang indah sayang, di sana nenek mau istirahat kan capek jagain Naya.” Arya menenangkan putrinya.
“Sini sayang duduk sama papa.” Lalu Arya mendudukan putrinya dengan pelan di kedua pahanya.
Gadis Kecil itu menurut saja pada perintah papanya.

4 Januari 2005, pukul 15.0 wib, rumah sakit
“Ma..pa.. nenek mau ngajak Naya ke surga.”
“Pa…” Karle melirik suaminya.
“Naya harus kuat, papa dan mama di sini jagain Naya.”

4 Januari 2005, pukul 16.00 wib
“Naya bangun sayang, bangun!” teriak Karle sambil mngguncang-guncangkan tubuh Naya.
“Inna lillahi wa inna illaihi rajiun.” Ucap sang papa.
Gadis kecil bermata hijau itu kini telah tiada. Tuhan telah memanggilnya. Ia meninggal pada usia 5 tahun.

5 Maret 2005, pukul 19.00 wib. Jln.Manaquin no. 18, Perwita Regency, Yogya
Di ruang tengah Karle dan Arya berbincang. Suara musik klasik menemani mereka malam itu.
“Pa selama ini aku salah. Aku tidak bisa menjadi ibu yang baik bagi anakku.”Karle mengingat masa lalunya.
“Sudahlah kita akan belajar dari masa lalu itu Karle, jangan kau sesali lagi.” Arya menasehati istrinya.
Bagi Karle Kematian putrinya disebabkan dia terlalu dekat dengan ibu Karle dan Naya tidak bisa berpisah dengan neneknya. Karle sebenarnya sangat mencintai putrinya. Tapi dia salah dalam mewujudkannya.
“Ya Allah seandainya aku tahu bahwa dia terlalu dekat dan ingin selalu ada di samping nenek.”
“Aku akan selalu mengadakan pendekatan Psikologis dengannya.”

2 April 2005, Jln. Manaquin
Siang ini cuaca tak mendung tak juga panas, tapi anginnya sepoi-sepoi membuat tubuhku tak berkeringat. Karle duduk di depan rumah sambil menunggu suaminya pulang dari Kanada.
Sejak kematian putrinya Karle berjanji akan menjadi ibu yang baik. Membuat sarapan untuk keluarga, menina bobokan anaknya, menyuapinya, medidiknya.

21 April 2005
Karle hamil dan di akan jadi ibu yang baik.
“Ma maafkan, selama ini Karle sering ngrepotin mama.”
“Ma Karle akan jadi ibu yang baik.”


Yogyakarta, 19 Mei 2005