Monday 13 July 2009

Rumah Bukan Stasiun

Di ujung minggu, dia bertanya "Apakah kau tidak pergi menikmati akhir pekan bersama kekasihmu?"
"Tidak."
"Kenapa, kamu tidak ingin menghabiskan akhir pekan bersamanya?"
"Hubungan kami mungkin akan berakhir."

Saya ingin dia berhenti bertanya dan membiarkan saya sendiri.
Saya ingin menyambut angin malam di tengah hiruk pikuk kota yang makin sesak dan makin egois.

"Kembalilah ke Jogja." Dia masih mengganggu saya.
"Saya akan mencarikan jodoh untukmu."

Saya tidak tahu kapan tepatnya dia membuka biro jodoh?
Saya adalah rumah


Di ujung telepon, seseorang yang mengaku mengenalku di sebuah galeri seni berkata sok akrab dan katanya ingin mengenalku lebih jauh. Bahkan dia rajin mengirim pesan singkat berisi puisi-puisi, ataupun sekedar menanyakan kegiatanku. Siapa dia?? Otakku bahkan tidak mampu merekam memori tentang dia. Aku tak ingat, apakah pernah bertemu dia. Aku juga sama sekali tidak merasa pernah memberikan nomor padanya.
Dia sering menghubungi dengan nomor yang berbeda-beda dan ini mengacaukanku.
Saya adalah rumah


Dia menatap perempuan itu cukup lama. Tatapan yang tidak bersahabat itu sungguh mengganggunya.
"Kenapa melihat saya begitu?"
"Kamu cantik."
"Bisakah Anda sopan?"
"Memang kenapa? Saya bilang apa adanya. Kamu makin cantik"
"Saya sudah menikah."
"Lantas apa urusannya dengan saya."
"Anda harusnya bisa bersikap lebih sopan terhadap saya. Saya sudah bersuami dan bahkan telah memiliki seorang putri"
"Saya tidak peduli dengan suami kamu."

Dan tiap kali bertemu lelaki itu selalu berkata demikian "Kamu makin cantik."
Saya adalah rumah

Saya adalah rumah dan bukan stasiun. Jadi bagi Anda yang datang maka harus sopan. Ketuk pintu dengan benar, saya akan persilakan masuk dan menjamu Anda.
Saya adalah rumah, bukan stasiun yang menjadi tempat transit, pemberhentian dan pemberangkatan bagi serentetan kepentingan Anda.

Sunday 12 July 2009

Embun

Setetes embun bening itu kini buram di mataku meski setetes air mata pun tak lagi menetes karena rasa memaksa pamit. Entah dia pergi ke mana? Entah kapan kembali. Berkitar-kitar mencari warna, dan bertanya pada tiap orang apa itu hitam, apa itu putih? Bagaimana wujudnya? Di manakah bisa kutemukan? Tapi yang ada hanya abu-abu. Aku pun abu-abu. Dan kini perlu waktu bersedu-sedan. Ingin menikmati bulan kematian, tak lagi memusingkan apa itu jawaban dan ujian. Dan mengkotak-kotakkan hitam putih. Karena akulah hitam putih itu, yang kini abu-abu adanya. Biar dia berjalan, menemukan esensi cinta dalam dirinya sendiri. Biar dia bisa berdiri dan tak lagi terseok-seok. Dan aku sedang berjalan, tak mau berlari karena ingin melihat sekelilingku dan memungut makna dari ilalang senja yang membawaku pada kesadaran. Aku sedang mencambuk diriku untuk sebuah janji bernama transformasi total. Untuk sebuah kelahiran.


Pagi menyapa dalam dingin yang menembus tulang. Lalu saya terbangun, lantaran selimut yang semalam membalut rapat tubuh saya sudah terlepas, jauh dari ranjang. Saya tak bisa tidur lagi padahal masih ngantuk. Jam berapa ini??? Saya ambil handphone di samping lengan saya--ada satu pesan yang dikirimkan pagi-pagi.


*Setetes embun bening jatuh
Meningkahi bumi yang lelap
Sejuk menggeliat
Hangat mencair
Membuat raga yang kaku menggelora...
Kehidupan terbuka manakala mata terjaga
Warna berkitar-kitar
Hawa bersedu-sedan...

Dan saya dikuatkan oleh setetes embun bening yang jatuh pagi itu. Dengan kasih yang sedikit menghangatkan tubuh dari dingin yang menusuk. Dia menunjukkan jingga, yang menggelora pagi itu.

(*Kutipan puisi Johanes B. K. Soro)

--> Untuk Ka Inyo, terima kasih telah menjadi kaka yang baik untuk saya.

Friday 10 July 2009

Poems of Kabir (16-17)

Bulan Juli adalah kematian bagi saya.
Terutama rasa. Saya mati rasa, benar-benar sudah hilang rasa. Tak ingat dan bahkan tak sanggup lagi, sekalipun mengasihani diri sendiri. Cukup lama saya tak sadar akan hal itu hingga akhirnya seorang sahabat memaksa saya membaca sebuah buku, saduran dan ulasan oleh Anand Krishna.
"Saya tidak tertarik!" Saya malas mendengar, membaca segala sesuatu yang berhubungan dengan cinta.
"Ini lain. Baca dulu! Buka acak" Dia tetap menyodorkan dan memaksa saya membaca.
Dan benar saya turuti. Saya buka acak, lalu sampailah saya di halaman 16. "Tuh kan..." Saya bermaksud menutup dan mengembalikan buku itu tapi dia tetap memaksa saya untuk memegang dan membaca keras. Hufh...terpaksa saya lakukan hal itu.
Saya kutipkan bait puisi (dalam bahasa Indonesia) yang saya baca dari buku "Jalur Sutra Cinta"

Kasih, ke mana kau mencari Ku?
Aku berada di sampingmu.
Aku tidak berada di kuil, tidak di masjid, tidak di Kaaba, tidak di Kailash pula,
Kau tak akan menemukan Ku lewat upacara
Tidak pula di latihan dan pengasingan diri dari dunia.
Bila kau sungguh mencari, kau akan menemukanKu di sini, sekarang juga.
"Wahai Jiwa Tenang, Tuhan berada dalam setiap napasmu,"
demikian Kabir berkata.

Saya takjub, terharu dan merasa dicerahkan. Pelan-pelan hati saya mulai terbuka, mencoba mencicipi makna di balik syair-syair ini (sangat pribadi dan tak dapat saya publikasikan).

Yang jelas puisi-puisi dalam buku ini mampu mengantar manusia menemukan pencerahan.

-->Special thanks to kaka and Nugroho Angkasa

Gadis Kecil Itu,,, Aku Tidak Tau

Semalem pulang malem. Gak bawa motor. Naik Trans Jogja. Penuh.
Ho...hapless.
Setelah berdiri beberapa menit, akhirnya saya dapat tempat duduk juga. Di sebelahku telah duduk seorang anak kecil (dia perempuan) melihatku sambil tersenyum. Saya pun membalas senyumnya lalu segera duduk dan merapatkan barang-barang-ehm...tas maksud saya di pangkuan saya supaya tidak mengenai anak itu.
Di tengah perjalanan anak itu tiba-tiba memegang tangan saya lalu tersenyum. Ya saya balas senyum lagi. Tapi sepanjang perjalanan dia sering sekali memegang tangan saya dan senyum-senyum. Dan dia menatap wajah saya seperti ingin menyampaikan sesuatu. Tapi tak ada kata yang terucap dari mulutnya. Dari yang saya lihat, dia seperti berumur sekitar 5-7 tahun dan wajarnya dia sudah bisa berbicara dong. Tapi dia cuma bisa tertawa. Dan itu malah menakutkan saya. Duh... makin gak tenang dehh. Anak ini nampak tidak seperti anak-anak pada umumnya. Tapi dia bukan autis, dia juga gak keliatan seperti anak dengan mental terbelakang. Karena wajahnya itu normal. Mungkin dia sulit bicara, bukan bisu juga. Entahlah...
Yang jelas sepanjang perjalanan dia pegang-pegang terus tangan saya, tersenyum dan kadang-kadang dia mengajak saya untuk melihat penumpang lain lalu tiba-tiba dia tertawa terbahak-bahak sendiri. Saya penasaran dan coba menanyainya, sekedar nama atau bisa tau apakah dia sudah masuk TK ato belum, tapi tak ada sepatah kata pun keluar dari mulutnya kecuali senyumnya yang menakutkan itu. Ya sudahlah akhirnya saya berhenti bertanya dan membiarkan dia memegang tangan saya.
Ehmm ayahnya nampak tertidur nyenyak di sampingnya. Dan sesekali bangun melihat anaknya.

Tuesday 7 July 2009

The Pacifier *I Like It.........

Foto : Google

Pulang kerja, malem. Yang aku pikir cuman mau tidur aja. Tapi gara-gara The Pacifier, wahh tidurnya tunda dulu.

Ini neh film yang aku butuhin buat usir penat, capek, dan sedikit mengatasi patah hatiku-halah. Waow... saya mendambakan sosok Vin Diesel, dalam film ini berperan sebagai Shane. Dia bener-bener laki-laki idaman deh. Macho, tapi juga sangat manis.

Percaya gak...?
Seorang letnan US Navy SEAL menjadi baby sitter? NO WAY!!! Gak mungkin banget kan. But it’s way dalam film The Pacifier. Setelah tidak berhasil menyelamatkan Howard Plummer (Tate Donovan) - seorang profesor yang bekerja untuk pemerintah, Letnan Shane Wolfe (Vin Diesel) ditugaskan untuk menjaga anak-anak keluarga Plummer selama ibu mereka- Julie Plummer (Faith Ford) -pergi ke Switzerland bersama Capt. Bill Fawcett (Chris Potter) untuk mengambil senjata paling rahasia untuk pemerintah. Selain bertugas menjaga anak-anak, Shane juga bertugas mencari tahu dimana GHOST (nama program rahasia yang diciptakan prof. Plummer) disembunyikan.Pada awal kedatangan Shane, tentu saja dia tidak disukai oleh anak-anak keluarga Plummer (Zoe, Seth, Lulu, Peter, dan Tyler Plummer). Keadaan rumah kacau, terlebih lagi ketika pengasuh keluarga Plummer, Helga (Carol Kane) pergi karena tidak tahan dengan kelakuan anak-anak yang nakal. Tapi bukan Shane Wolfe tentunya yang sudah berpengalaman memimpin pasukan di berbagai perang jika tidak bisa mengatasi pasukan kecilnya yang teridiri dari Merah 1, Merah 2, Merah 3, Merah 4 dan Bayi Merah.

Shane akhirnya mengajari Zoe (Brittany Snow) belajar menyetir mobil, karena sudah berulang kali Zoe selalu menabrak dan merusak mobil sekolah. Shane juga mengajari Lulu (Morgan York) teknik berkelahi agar dapat melawan apabila kelompok pramuka anak laki-laki mengganggu Lulu dan kelompok pramuka (Firefly) berjualan kue di depan sebuah supermarket. Shane juga menjadi sutradara dari drama musikal The Sound of Music yang diikuti oleh Seth (Max Thieriot). Shane terpesona dengan drama musikal itu (so am I, sudah berkali-kali aku nonton film jadul jaman ayahku ABG dulu tapi tetap nggak pernah bosan). Terakhir berkat menyanyikan lagu Peter Panda kepada Peter (Kegan Hoover and Logan Hoover) sebelum tidur, akhirnya dia mengetahui bahwa itulah kunci untuk mendapatkan GHOST.

Ya meskipun di akhir cerita, saya sedikit kecewa karena ceritanya agak gak mutu.

Cinta Dan Kawan

Kemaren, waktu sepertinya berputar lebih cepat tapi hari ini kok lamaa banget. Bosen banget!!! Terjemahin uda, ngecek data karya uda, mo telpon kurator untuk ingetin tulisan buat katalog rasanya berat. Ga enak dari kemaren nguber-uber mulu. Huhuhu... ngapain neh. Buka pesbuk bosen, YM-an uda, kenyang juga uda. Ehh pas buka2 email lama nemuin email dari mba Nana. Kita awalnya saling kenal karena dia suka ama gaya bicaraku yang katanya bersemangad dan ekspresif trus ngomongnya cepet banget. jadi kangen, dia mungkin masih di Bali. Ho... balik lagi ke email tadi, very nice. Tau deh ini tulisan jenisnya puisi ato apa. Yang pasti tulisannya sederhana tapi manis sekali. Ini loO kutipannya.

Satu Hari CINTA & KAWAN berjalan dalam kampung...
Tiba-tiba CINTA terjatuh dalam telaga...
Kenapa??
Kerena CINTA itu buta...
Lalu KAWAN pun ikut terjun dalam telaga...
Kenapa??
Kerena... KAWAN akan buat apa saja demi CINTA!!

Di dalam telaga CINTA hilang...
Kenapa??
Kerena... CINTA itu halus, mudah hilang kalau
tak dijaga, sukar dicari apa lagi dalam telaga yang
gelap...
Sedangkan KAWAN masih lagi tercari-cari dimana CINTA & terus menunggu..
Kenapa??
Karena... KAWAN itu sejati & akan kekal sebagai KAWAN yang setia...
Kan ??

Analogi yang sederhana kan...?
Simpulkan sendiri ya... lagi pening neh T_T

Friday 3 July 2009

Demi Merah

aku lelah
pada langkah
pada diam
imajiku berhenti
diganti lengking
pada telinga
pada wajah
rebah
yang kuingin
pada mata
pada kata


--> Puisi ini dibuat sekitar pertengahan 2008 oleh sahabat saya yang menyebut dirinya "angkuh" ketika kita sedang cukup akrab. Tidak sampai 5 menit puisi itu dibuat di depan saya. Dan dia memutuskan untuk mem-posting di multiply saya.

Hew... baru-baru ini, saya baru paham dan merasa tersindir dengan puisi itu.
Entahlah... yang pasti akhirnya saya tau bahwa dulu, dia cukup lama menahan lelah untuk menunggu. Lelah pada langkah yang makin tak jelas harus ke mana dan bagaimana. Hingga imajinya terhenti diganti lengking hingga ia rebah. Tersungkur dan menyerah! Terima kasih sudah menyerah.

Ujung-Ujungnya “Let it Flow” Ajalah………

Beberapa hari lalu, ketika saya sedang ngobrol haha hihi sambil melepas lelah sepulang kerja di kost teman, ehm…. dia lebih akrab disapa “mbah, eyang” tiba-tiba ada seorang teman lain mengirim SMS mengajak saya keluar makan siomay. Ufh… malas sebenarnya karena saya sudah kekenyangan. Tapi karena serentetan pertimbangan, akhirnya saya putuskan untuk menerima ajakannya. Karena lokasi kita berjauhan, kita putuskan untuk bertemu di resto, tepatnya di utara pasar Ngasem. Entah, saya lupa namanya. Setelah bertegur sapa, kami memesan siomay dan mencari tempat duduk.

Bukan semata-mata karena lezatnya siomay itu sehingga saya lupa kalo sebenarnya sudah kekenyangan tapi perbincangan kami. Wahh wahh saya gak tau harus komentar apa tentang “terawangannya”. Yah… teman saya itu mengatakan sesuatu tentang diri saya. Bukan karena dia sok tau tapi dia berkata seperti itu karena telah membaca nama saya. Oh my God!!! Sumpah ya… saya kaget karena hampir 70 % apa yang dia ungkap tentang diri saya itu benar adanya. Huhu…. Seperti merasa ditelanjangi, happy, marah tapi juga was-was. Secara garis besar dia berkata tentang karakter, pekerjaan, dan potensi saya.

Tentang karakter, dan potensi diri mungkin saya sudah bisa “memahami” karena cukup mengenal diri saya. Tapi tentang pekerjaan. Nah itu yang membuat saya tidak tenang, gelisah, ingin mendebat, tapi ada yang sepakat dan antara pesimis serta berusaha untuk optimis. Bisa dibilang, saya terbilang baru menjadi seorang pekerja, karyawan karena memang baru saja lulus. Meskipun sebenarnya dari SMP sudah bisa cari duit sendiri.

Uhh sial… Jujur perkataan dia malah membuat saya takut. Secara khusus, dia menggaris bawahi bahwa saya tidak cocok bekerja pada perusahaan, terikat oleh institusi tapi lebih cocok untuk berwiraswasta, ato menulis. Oo….o…. “Dari yang aku baca, soal kerjaan paling banyak muncul. Dan di situ terbaca kalo kamu gak cocok bekerja di perusahaan tapi lebih cocok kalo berwiraswasta, ato menulis. Kenapa??? Karena kamu orangnya bosenan, dan banyak ide. Jadi mending kamu nulis aja, yakin dehh… kalo kamu tekuni kamu akan sukses di situ!”

Hew…. Beberapa detik saya diam. “Memang benar saya mudah bosan dan tidak tahan dengan rutinitas termasuk jam kerja, inginnya independent, tidak suka terlalu diatur, dan moody.” Soal ini saya setuju sekali.

“Tuh kan bener” sambungnya lagi.
“Btw di sini kamu kerja sampe kapan?” Tanyanya lagi
“Akhir Juli. Aku dikontrak 2 bulan”
“Setelah itu…?”
“Ehm… aku ditawari kerjaan di Semarang” dan bla…bla…bla…
Perkataanya yang paling mengganggu adalah “Ngapain jauh-jauh ke sana, paling 3-4 bulan kamu uda bosen dan balik ke Jogja lagi. Mending kerja di sini aja”
“Wahh kok gitu mas…?” Saya protes tidak sepakat dengan pendapatnya. Ini hidup saya, ini pekerjaan saya. Tentu saya telah mempertimbangkan, dan sudah mendiskusikan dengan orang tua juga.
“Iya, coba kamu inget kata-kataku. Lihat besok.”
Ha….?? Saya cuma bisa memandang wajahnya, dan melihat tajam ke arah matanya.
“ Mas soal waktu, dalam arti saya mau bertahan sampai kapan, saya memang gak bisa pastikan (wallahuallam) tapi yang jelas saya lihat ini sebagai kesempatan. Dan menjanjikan prospek yang bagus ke depannya maka saya ambil. At least…. saya bisa tambah link, ”
“Loo… kalo Cuma 3-4 bulan dapet apa kamu di sana…Kamu gak akan cukup paham tentang pekerjaan yang kamu geluti?”
Hoh saya agak sedikit memanas “Memang untuk benar-benar mengerti dan memahami sesuatu tidak butuh waktu sebentar. Tapi kenapa melulu diukur dari waktu saja. Memang waktu juga bisa menentukan kepandaian, dan tingkat pengalaman seseorang tapi kan tidak mutlak. Ada hal lain yang bisa menunjang. Bagi saya kalopun pada akhirnya hanya sanggup bertahan 4 ato 3 ato 2 ato bahkan 1 bulan saja, itu tetap pengalaman berharga. Saya tetap dapat sesuatu dari situ. Tetap belajar dari itu. Tergantung bagaimana saya memaknai, memahami tiap jam, menit, bahkan detik ketika saya melakukan sesuatu, bekerja, berbicara dengan orang (entah itu Kurator, pelukis, kolektor, PR, marketing ato tukang becak sekalipun). Bahkan apapun yang saya lihat dan saya dengar itu adalah sesuatu. Dan satu lagi, saya bisa makin mengerti dan paham bukan berarti saya harus bekerja di situ dalam rentang waktu yang lama. Bukan hal yang tidak mungkin kalo tiba-tiba saya mendapat kesempatan di tempat lain dengan bidang yang sama. Going the flow ajalah… yang di depan itu kan masih misteri. Toh pada dasarnya sekarang ini saya juga sedang bersiap-siap untuk mandiri. Hehe tapi menabung dulu, siapkan modal gitu biar nantinya bisa menciptakan pekerjaan untuk diri sendiri dan sukur-sukur orang lain juga.
“Jadi jangan bilang 3 ato 4 bulan kamu tidak dapat apa-apa. Oke.”

Regards

Thursday 2 July 2009

Pulang Cinta

Bibir merah pulang tangan hujan

Disambut rintik-rintik bunda

Jalan basah aroma hujan

Disapu kaki-kaki jalan

Cinta mengayuh asmara bunda